MIMPI DARI GANG
Berlari dari
sebuah harapan, bermimpi dari dari lorong gang sempit rumahku. Namaku Panji,
nama yang diberikan oleh bapakku, besar harapan bapak untuk masa depanku kelak,
“PANJI” dalam bahasa jawa kuno (kawi) berati bendera atau tanda kebesaran. Aku
bangga menyandang nama Panji. Dengan ungkapan bapak yang menggebu-gebu saat aku
tanya kenapa bapak memberi namaku Panji.
Aku bukan berasal dari keluarga
mewah, tapi aku berasal dari keluarga yang pantang menyerah, bapakku seorang
buruh bangunan disekitar komplek dekat gang rumahku. Ibuku seorang pembatu
rumah tangga di perumahan mewah seberang gang sempitku. Aku bangga pada orang
tuaku. Aku juga turut membantu orang tuaku untuk meringankan biaya kehidupan
kami. Aku jalan dan jualan gorengan keliling sekitar tempat tinggalku, sebelum
dan sesudah pulang sekolah aku selalu menawarkan daganganku, berteriak gorengan
di setiap lorong yang kulewati. Aku tahu di usiaku sekarang tidak seharusnya
aku bekerja. Tapi aku tidak pernah mengangap ini sebuah pekerjaan, ini adalah
sebuah pintu gerbang yang menyambut masa depanku. Kenapa? Karena dari sini aku
akan selalu bekerja keras menggapai cita-citaku.
Aku sekarang duduk di kelas 4
SDN Buni Sari, jam sekolahku di siang hari. Jadi sebelum aku sekolah, aku
mampir ke warung ibu Imah, warung yang menyediakan gorengan dan mengijinkan aku
untuk berjualan keliling, aku senang ibu Imah mau membantuku mengagapai
cita-citaku. 50 gorengan tertata rapi siap untuk dibawa keliling setiap
harinya. Mulai dari gang sempit rumahku sampai ke luar wilayah perumahan mewah,
yaitu jalanan besar atau aku sering sebut jalan raya.
Tidak sering aku membawa sisa
gorengan ke warung bu Imah, karena orang-orang tidak semuanya suka gorengan,
apalagi gorengannya sudah dingin, lagi pula sudah banyak penjual gorengan
dengan gerobak dan disajikan panas di sisi jalan raya. Tapi hal itu tidak
pernah menyurutkan semangatku untuk berjualan, karena rezeky sudah diatur oleh
Tuhan, aku sadar itu. Dan terlebih lagi ibu Imah gak pernah marah kalau
daganganku tidak habis terjual, malah ibu Imah selalu memberikan sisa gorengan
itu untuk aku bawa pulang. Upahku dari berjualan keliling 200 rupiah setiap
satu gorengan, 1 gorengan dihargai 500 rupiah jadi kalau 50 gorengan habis
terjual aku mendapatkan upah senilai 10.000 rupiah.
Di pagi hari aku hanya berjualan
sekitar gang rumahku saja, karena jam 12 aku harus berangkat sekolah, karena
aku boleh berjualan tapi tidak untuk berhenti sekolah. Dan disekolah juga aku
memanfaatkan istirahat untuk berdagang, untung juga sekolah tidak melarangku
untuk berjualan asalkan tidak menggangu jadwal pelajaran. Tapi tidak semua
teman-temanku beli gorenganku, jadi tidak banyak gorengan yang terjual di
sekolah, untuk itu sehabis pulang sekolah aku lanjut berjualan sampai hari
gelap.
Aku sejak lahir sudah tinggal di
Bandung, bapakku asli orang Solo merantau ke Bandung dan ketemu ibu di sini.
Tapi aku hanya kenal Bandung di kawasan yang aku tempatin ini. Padahal luas
kota Bandung sekitar kurang-lebih 167,7 KM2. Aku ingin sekali jalan-jalan
keliling kota Bandung, tapi belum ada kesempatan. Jadi ini adalah salah satu
cita-citaku yang aku catat di buku harianku. Semua cita-cita aku tulis di buku
harapan itu.
Hari ini adalah hari minggu,
besar dan banyak waktu luangku untuk berjualan. Jadi aku leluasa dan santai
berkeliling menjajakan gorengan. Gorengan, gorengan, aku berteriak di gang dan
suaraku bergema memantul di kedua sisi dinding rumah yang disebut gang sempit
ini. Tiba-tiba suara keras terdengar dari bilik perempatan gang, ku dengar diam
dan dengar perlahan, suara anak-anak teriak dan tertawa terpingkal, aku semakin
penasaran kulangkahkan kaki kedapan dan berhenti lalu perlahan ku dengar lagi,
dan benar saja anak-anak sedang bermain di halaman rumah kecil. Aku berdiri
didepan pagar rumah itu, lalu seorang pemuda dewasa menghampiriku, dia bertanya
siapa namaku dan apa yang aku bawa ditanganku, lalu aku menjawab namaku panji
aku seorang pedagang keliling gorengan, bolehkah aku menawarkan gorenganku
disini? Tanyaku. Oh tentu saja boleh, silahkan masuk, jawab pemuda tersebut.
Kemudian pemuda itu memperkenalkan dirinya hallo namaku Ridwan, aku dan
teman-teman disini sedang bermain dan belajar. Hah? Jawabku, emm belajar di
hari minggu tanyaku kepada pria itu, “iya belajarnya gak seperti di sekolah,
belajar disini menyenangkan, tertawa dan bergembira bersama.” Jadi kalau Panji
tertarik kamu boleh gabung bersama kita disini. Oh maaf aku bukannya tidak
tertarik, tapi aku harus berjualan sekarang kalau tidak gorengan ini semakin
dingin. Emm kalau seperti itu aku borong semua gorengan yang kamu miliki, kamu
keberatan?? Oh tentu saja tidak, aku malah senang sekali, jadi aku tak perlu
berkeringat untuk menjual gorengan ini.
Akhirnya setiap minggu aku
selalu menyempatkan waktuku bermain dan belajar di rumah tersebut, setelah itu
aku lanjut berjualan. Tapi setiap minggu aku mengurangi porsi jualanku, karena
aku sangat senang bermain dengan teman di rumah itu. Banyak hal yang aku dapat
dari sini, terutama bergembira. Banyak hal yang aku dapat dari mulai bermain di
atas gunung, hiking dan outbound. Dan paling seru ada kegiatan outing, tamsya
keliling museum yang ada di Bandung, atau keliling kota Bandung melihat
bangunan bersejarah. Akhirnya salah satu harapanku tercapai. Saat agenda itu
tiba aku terlalu bersemangat sampai-sampai tak bisa tidur malamnya, sangking
antuasias bertamsya besok ke pusat kota Bandung. Seperti apa ya gedung sate,
alun-alun,mesjid agung, gedung merdeka,
semua melayang dikepalaku.
Pagi ini semua berkumpul di
pinggir jalan raya, menunggu angkot yang siap mengantarkan kami keliling kota
Bandung. Hem senyum sumringah terpancar di wajahku, sampai kang Ridwan
memanggil namaku 3 kali aku tak dengar. Ini pengalaman pertamaku keluar dari
gang dan sekitar rumahku. Naik angkutan umum, melalui jalanan macet, hahhh rasanya
luar biasa. Seharian penuh kami berkeliling kota Bandung, memandang dan terdiam
disatu sudut, betapa indahnya kota Bandung. Hemm aku senang sekarang aku bisa
merasakan Bandung seutuhnya, sampai-sampai aku lupa bertanya, tiba dijalan
pulang aku bertanya kepada kang Ridwan, Kang ridwan alun-alun yang mana ya?
Sangking takjubnya aku gak tau alun-alun yang mana? “Hah?? Emm Panji, ini pertama kalinya kamu keliling
kota Bandung? Tanya kang Ridwan.” Iya kang ini pengalaman pertama jalan-jalan
keluar wilayah rumah Panji. Jadi alun-alun yang mana kang?? “ Kang Ridwan
tersenyum dan matanya berbinar lalu dia meneteskan air mata, kemudian dia
menjawab pertanyaanku, “ Panji, jadikan tamsya kali ini adalah kenangan yang
tak pernah kamu lupakan, jangan pernah sekali-kali kamu berhenti bermimpi,
terus berusaha dan belajar keras, Panji kamu tau menara tinggi yang kita lihat
tadi?? “menara yang dekat masjid kang? Kang ridwan tersenyum , iya itulah
alun-alun”. SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar