Senin, 23 Januari 2017

MIMPI DARI GANG




MIMPI DARI GANG

             

     Berlari dari sebuah harapan, bermimpi dari dari lorong gang sempit rumahku. Namaku Panji, nama yang diberikan oleh bapakku, besar harapan bapak untuk masa depanku kelak, “PANJI” dalam bahasa jawa kuno (kawi) berati bendera atau tanda kebesaran. Aku bangga menyandang nama Panji. Dengan ungkapan bapak yang menggebu-gebu saat aku tanya kenapa bapak memberi namaku Panji.
      Aku bukan berasal dari keluarga mewah, tapi aku berasal dari keluarga yang pantang menyerah, bapakku seorang buruh bangunan disekitar komplek dekat gang rumahku. Ibuku seorang pembatu rumah tangga di perumahan mewah seberang gang sempitku. Aku bangga pada orang tuaku. Aku juga turut membantu orang tuaku untuk meringankan biaya kehidupan kami. Aku jalan dan jualan gorengan keliling sekitar tempat tinggalku, sebelum dan sesudah pulang sekolah aku selalu menawarkan daganganku, berteriak gorengan di setiap lorong yang kulewati. Aku tahu di usiaku sekarang tidak seharusnya aku bekerja. Tapi aku tidak pernah mengangap ini sebuah pekerjaan, ini adalah sebuah pintu gerbang yang menyambut masa depanku. Kenapa? Karena dari sini aku akan selalu bekerja keras menggapai cita-citaku.
        Aku sekarang duduk di kelas 4 SDN Buni Sari, jam sekolahku di siang hari. Jadi sebelum aku sekolah, aku mampir ke warung ibu Imah, warung yang menyediakan gorengan dan mengijinkan aku untuk berjualan keliling, aku senang ibu Imah mau membantuku mengagapai cita-citaku. 50 gorengan tertata rapi siap untuk dibawa keliling setiap harinya. Mulai dari gang sempit rumahku sampai ke luar wilayah perumahan mewah, yaitu jalanan besar atau aku sering sebut jalan raya.
      Tidak sering aku membawa sisa gorengan ke warung bu Imah, karena orang-orang tidak semuanya suka gorengan, apalagi gorengannya sudah dingin, lagi pula sudah banyak penjual gorengan dengan gerobak dan disajikan panas di sisi jalan raya. Tapi hal itu tidak pernah menyurutkan semangatku untuk berjualan, karena rezeky sudah diatur oleh Tuhan, aku sadar itu. Dan terlebih lagi ibu Imah gak pernah marah kalau daganganku tidak habis terjual, malah ibu Imah selalu memberikan sisa gorengan itu untuk aku bawa pulang. Upahku dari berjualan keliling 200 rupiah setiap satu gorengan, 1 gorengan dihargai 500 rupiah jadi kalau 50 gorengan habis terjual aku mendapatkan upah senilai 10.000 rupiah.
          Di pagi hari aku hanya berjualan sekitar gang rumahku saja, karena jam 12 aku harus berangkat sekolah, karena aku boleh berjualan tapi tidak untuk berhenti sekolah. Dan disekolah juga aku memanfaatkan istirahat untuk berdagang, untung juga sekolah tidak melarangku untuk berjualan asalkan tidak menggangu jadwal pelajaran. Tapi tidak semua teman-temanku beli gorenganku, jadi tidak banyak gorengan yang terjual di sekolah, untuk itu sehabis pulang sekolah aku lanjut berjualan sampai hari gelap.
          Aku sejak lahir sudah tinggal di Bandung, bapakku asli orang Solo merantau ke Bandung dan ketemu ibu di sini. Tapi aku hanya kenal Bandung di kawasan yang aku tempatin ini. Padahal luas kota Bandung sekitar kurang-lebih 167,7 KM2. Aku ingin sekali jalan-jalan keliling kota Bandung, tapi belum ada kesempatan. Jadi ini adalah salah satu cita-citaku yang aku catat di buku harianku. Semua cita-cita aku tulis di buku harapan itu.
          Hari ini adalah hari minggu, besar dan banyak waktu luangku untuk berjualan. Jadi aku leluasa dan santai berkeliling menjajakan gorengan. Gorengan, gorengan, aku berteriak di gang dan suaraku bergema memantul di kedua sisi dinding rumah yang disebut gang sempit ini. Tiba-tiba suara keras terdengar dari bilik perempatan gang, ku dengar diam dan dengar perlahan, suara anak-anak teriak dan tertawa terpingkal, aku semakin penasaran kulangkahkan kaki kedapan dan berhenti lalu perlahan ku dengar lagi, dan benar saja anak-anak sedang bermain di halaman rumah kecil. Aku berdiri didepan pagar rumah itu, lalu seorang pemuda dewasa menghampiriku, dia bertanya siapa namaku dan apa yang aku bawa ditanganku, lalu aku menjawab namaku panji aku seorang pedagang keliling gorengan, bolehkah aku menawarkan gorenganku disini? Tanyaku. Oh tentu saja boleh, silahkan masuk, jawab pemuda tersebut. Kemudian pemuda itu memperkenalkan dirinya hallo namaku Ridwan, aku dan teman-teman disini sedang bermain dan belajar. Hah? Jawabku, emm belajar di hari minggu tanyaku kepada pria itu, “iya belajarnya gak seperti di sekolah, belajar disini menyenangkan, tertawa dan bergembira bersama.” Jadi kalau Panji tertarik kamu boleh gabung bersama kita disini. Oh maaf aku bukannya tidak tertarik, tapi aku harus berjualan sekarang kalau tidak gorengan ini semakin dingin. Emm kalau seperti itu aku borong semua gorengan yang kamu miliki, kamu keberatan?? Oh tentu saja tidak, aku malah senang sekali, jadi aku tak perlu berkeringat untuk menjual gorengan ini.
        Akhirnya setiap minggu aku selalu menyempatkan waktuku bermain dan belajar di rumah tersebut, setelah itu aku lanjut berjualan. Tapi setiap minggu aku mengurangi porsi jualanku, karena aku sangat senang bermain dengan teman di rumah itu. Banyak hal yang aku dapat dari sini, terutama bergembira. Banyak hal yang aku dapat dari mulai bermain di atas gunung, hiking dan outbound. Dan paling seru ada kegiatan outing, tamsya keliling museum yang ada di Bandung, atau keliling kota Bandung melihat bangunan bersejarah. Akhirnya salah satu harapanku tercapai. Saat agenda itu tiba aku terlalu bersemangat sampai-sampai tak bisa tidur malamnya, sangking antuasias bertamsya besok ke pusat kota Bandung. Seperti apa ya gedung sate, alun-alun,mesjid agung, gedung merdeka,  semua melayang dikepalaku.
          Pagi ini semua berkumpul di pinggir jalan raya, menunggu angkot yang siap mengantarkan kami keliling kota Bandung. Hem senyum sumringah terpancar di wajahku, sampai kang Ridwan memanggil namaku 3 kali aku tak dengar. Ini pengalaman pertamaku keluar dari gang dan sekitar rumahku. Naik angkutan umum, melalui jalanan macet, hahhh rasanya luar biasa. Seharian penuh kami berkeliling kota Bandung, memandang dan terdiam disatu sudut, betapa indahnya kota Bandung. Hemm aku senang sekarang aku bisa merasakan Bandung seutuhnya, sampai-sampai aku lupa bertanya, tiba dijalan pulang aku bertanya kepada kang Ridwan, Kang ridwan alun-alun yang mana ya? Sangking takjubnya aku gak tau alun-alun yang mana? “Hah??  Emm Panji, ini pertama kalinya kamu keliling kota Bandung? Tanya kang Ridwan.” Iya kang ini pengalaman pertama jalan-jalan keluar wilayah rumah Panji. Jadi alun-alun yang mana kang?? “ Kang Ridwan tersenyum dan matanya berbinar lalu dia meneteskan air mata, kemudian dia menjawab pertanyaanku, “ Panji, jadikan tamsya kali ini adalah kenangan yang tak pernah kamu lupakan, jangan pernah sekali-kali kamu berhenti bermimpi, terus berusaha dan belajar keras, Panji kamu tau menara tinggi yang kita lihat tadi?? “menara yang dekat masjid kang? Kang ridwan tersenyum , iya itulah alun-alun”.  SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar