Sabtu, 05 Desember 2015

Tersenyumlah

TERSENYUMLAH



Ketika kamu lelah akan semua tanjakkan, tikungan hidup, maka kamu lemah menjalani semua impian kamu. Memang manusia akan ada masanya menjadi orang yang tak berguna dalam menyelesaikan masalahnya. Begitu pula aku, hari ini aku merasakan hal dimana aku putus asa dengan himpitan rasa penat. Tak ingin lagi aku bernafas ingin rasanya lenyap dari kehidupan ini. Aku selalu berharap menjadi manusia tanpa masalah, tapi aku lupa bahwa setiap makhluk yang hidup pasti punya masalah. Yah kalau gak ada masalah bukan hidup dong,, teringat tentang mereka yang selalu berbisik kepadaku.
            Dari perjalan menuju asa impian, aku terus berjalan tegap berdiri menatap lurusnya jalan titian menuju impian. Bagaimana kita menyikapi rasa lelah akan semua masalah? Aku selalu mencoba untuk mencari akar dari masalah yang kuhadapi, semua solusi telah kucoba telusuri, namun tetap saja masalah selalu bertubi-tubi menghampiriku. Tak kuasa aku menahan rasa perih dalm relung hatiku, tak tahan menahan air mata yang selalu terisak dalam benakku. Aku beku seperti padatnya batu yang tedampar ditengah pasangnya laut. Hari demi hari aku lalui dengan perasaan cemas, takut akan semua suara yang bersarang, berdengung detelingaku. Aku tak mampu lagi menutup telingaku dengan kedua tanganku. Aku kalah.. aku menyerah.
            Namun suatu ketika, aku menemukan titik terang dalam kegelapan hidupku, saat kawan datang menyapaku dengan segaris senyuman diraut wajahnya aku menemukan kedamaian saat itu juga. Aku terpana akan senyum yang selalu mehias wajahnya, menghias setiap langkah kakinya, membuatku malu akan semua kebodohan yang aku lakukan, dia seorang yang tak pernah sedikitpun melepas senyumannya walau dia tak pernah meliat warna disetiap perjalannya, tapi dia mampu tersenyum kepada apapun itu, yang mana dia juga tidak tau tersenyum buat siapa. Tapi jelas dia jauh lebih tegar dariku. Akhirnya aku sadar setiap orang punya kekurangan, kelebihan dan punya masalah masing-masing. Tentang bagaimana kita mampu menyikapinya bagaimana kita mampu mengambil hikmahnya, kita mampu berfikir untuk bangkit dan selalu berfikir positif tersenyum pada masalah, tersenyum pada dunia, tersenyum pada setiap masalah. 

KAKAK
CERMIN ( CERITA MINI )


Minggu, 15 November 2015

Mengulang

Keinginan memang tak semudah harapan yang direncanakan, semua beranakan ketika kita tiba – tiba harus jujur dengan semua perasaan. Tapi itu  semua harus diungkapkan karena dengan itu hati yang dulu bertanya – tanya mendapatkan jawaban. Mungkin terlalu naif untuk dikatakan, sulit untuk mengungkapkan namun berkat tekad yang kuat dan berani semuanya terjadi walau tak pernah berfikir bagaimana akibatnya.
Hari ini tepat tanggal 21 Agust. 14 aku mengulang kesalahan untuk kedua kalinya, membuat dunia terdiam sejenak tanpa ada hembusan angin yang meniup ditelingaku, semuanya hening seakan seperti patung yang bersusun rapi diatas benteng kehidupan. Entah apa yang aku rasakan sampai aku berani menjadikan perteman yag seperti sahabat jadi terpecah dan membisu. Aku sebenarnya takut tapi aku tidak sanggup jika harus terus menerus menahan hasrat untuk dekat dengannya. Tapi apa jadinya nasi sudah menjadi bubur dan tak pernah sesuai dengan harapanku.

Seharusnya tak harus kulakukan kembali.

Selasa, 26 Mei 2015

25/05/15

25/05/15
          Kebanyakan orang menulis hanya memanfaatkan indra pendengar dan penglihat,mungkin aku salah satunya. Mendengar, melihat adalah andalanku untuk menulis sebuah cerita, gagasan atau hanya berupa ungkapan. Padahal Tuhan telah memberikan gumpalan serat terkait menjadi satu dalam isi kepala setiap manusia. Namun sampai saat ini aku masih belum dapat mengoptimalkan pusat pikiranku dalam menyelami imajinasi. Namun berkhayal selalu kulakukan saat aku sejenak diam. Senyap yang kurasakan ketika termenung selalu banyak pelangi dalam langit gelapku. Hari ini aku mencoba untuk memulai meraba jalan imajinasiku. Bias sinar dalam pelangi, warna-warni menghiasi malamku. Setiap sudut terlihat garis yang merajut dan merangkai sebuah arti.
          Detak jantungku tiba-tiba berdebar tak seperti biasanya, apa gerangan yang terjadi pada diriku. Melihat dia berjalan tegap dan fokus pada jalurnya membuat mataku terbelalak menuju rautnya. Pancaran matanya seakan-akan menghipnotis semua pikiranku. Membuat kaku bibirku hingga tidak bisa berkata dan hanya bisa menggumam dalam hati. Perlahan kutarik nafas panjangku dan memberanikan diriku melangkah tuk menghampirinya. Namun tiba-tiba, aku dikejutkan oleh temanku yang berjalan dari belakang menepuk pundakku. “Hey, masih pagi sudah melamun”. Hayo lagi-lagi lo hanya melihat dan terdiam cuma gara-gara orang itu?.. bangun dari mimpi lo, samperin tu orang ajak kenalan dong. Hemmm, aku hanya bisa tersenyum sambil mengehela nafasku. Mending kita masuk kelas aja yuk!!.
          Sejenak aku teringat dengan ucapan oci, benar juga jika hanya diam mana mungkin aku tahu jawaban dari sebuah pertanyaan yang bertumpuk dalam kepalaku. Tapi aku belum dan sepertinya tidak akan pernah siap melambaikan tanganku dan menyapa... hai aku Dera senang berkenalan denganmu. Hemm bisa-bisa aku mati berdiri karena pasti itu sangat memalukan. Masa iya cewe nyamperin duluan. Apa kata dunia walau ini jaman emansipasi tapi ini tetap saja suatu harga diri yang harus dipertahankan sampai kapan pun.
          Hari ini adalah hari yang membuatku angkat kepala dan ekstra menguras tenaga. Kembali bekerja pada naungan yang penuh dengan argumen. Terkadang aku hampir frustasi bekerja disini. Namun apa daya  hanya ini satu-satunya yang mampu menerima pekerjaan 22 hari dalam sebulan. Karena aku harus tetap kuliah walau harus menguras pikiran untuk membagi waktu mencari uang untuk membayar gubukku alias kosan. Mungkin ini kali ya yang membuatku hidup sendiri dan hanya bayanganku saja yang menemani ketika ada sinar matahari dan sorotan lampu jalanan. Usiaku tidak muda lagi diumur 22 tahun aku masih kuliah pada tingkat 7, bukan karena aku malas dan bodoh namun aku berhenti selama setahun untuk mengumpulkan biaya awal masuk kuliah setelah lulus sma. Sampai sekarang aku harus bisa mengumpulkan dana untuk biaya kelulusan nanti. Maklum aku kuliah di universitas swasta, yang setiap harinya banyak tagihan yang ditempel pada mading fakultas.

          Dera,,, Dera,, aghh suara ini rasanya tak asing lagi dari kejauhan 1 kilometer jika dia memanggil namaku pasti ketebak, suara sengau bos gue, yang keturunan cina membuatku kadang tergelitik saat mengucap namaku. Seperti batita yang baru belajar bicara.. huss lupakan!! dia bos setia yang selalu hadir setiap hari hanya ingin mengecek pelanggan yang makan. Padahal dia harus kuliah S2 dan jarak yan lumayan jauh namun dia selalu menyempatkan waktu ke warung. Rasanya rugi jika dia tidak melirik kami dan berdesis “ kerja yang benar”. Seperti ular, diam bukan berarti tidur namun fokus untuk mematok mangsa, menyiapkan strategi untuk membelitnya.

To be continiu........ wakwau

Sabtu, 23 Mei 2015

Chatting & Stalking

CHATTING & STALKING

Love mungkin tak terdengar asing lagi ditelingaku, setiap hari bahkan setiap detik aku selalu menemui kata love. Dari mulai siaran televisi sampai updetan status orang pada media sosial. Begitu banyak makna dalam kata love. Namun love tak dapat diukur melalui riset. Sampai sekarang belum pernah aku mendengar mahasiswa/i yang skripsinya ngebahas tentang love. Dari sini aku tertantang untuk membuktikan kadar seseorang yang mempunyai cinta pada pasangannya.
 Bagaimana rasa dia beri pada penerima. Aku meneliti love dari media sosial (Facebook) yang sengaja aku buat, namun tidak memakai biodata yang sebenarnya. Aku memalsukan semua data pribadi di akun ini.
Dan percobaan dimulai, hari pertama aku add semua pertemanan dan khususnya wanita pada FB, dan beraksi pada pada pengujian pertama.Ketika tanda on menyala aku beraksi.
Me :“Hay”
Rina : Ya
Me : namaku Boy, boleh kenal kan?
Rina :Udah tau kan siapa namaku? Kan kamu mulai duluan ngcat!!
Me :  iya,, salam kenal!

                Setiap Rina membuat status pada Fbnya aku selalu like dan coment, walau tidak diresponnya, tapi aku tetap semangat mengejarnya. Ketika aku beberapa hri tak membuka akunku. Tiba-tiba Rina Chat “ Kamu kemana”? aku kangen kamu Boy. Rasa cinta akan tumbuh dan tumbuh ketika seseorang merasa diperhatikan

Rabu, 13 Mei 2015

SEPEDA

        Mengayuh alunan kaki sepada mengantarkanku pada sebuah impian sempurnanya hidup, berawal dari pukul 04.20 wib aku membuka mata berdiam diri sembari mengumpulkan ruh kembali. Terdengar suara azan yang bergema mengwali hariku. Berdoa sebelum mengambil handuk untuk membersihkan tubuhku dari semua bunga tidur. Dinginnya air kran yang mengalir dalam bak mandi tak membuatku takut walau tubuh hampir beku, bibir membiru dan jari2 tanganku mulai keriput karena dinginnya pagi. Kembali aku berdiam dan berdoa pada Tuhan atas nikmat setiap detiknya.

                Air yang sengaja kurebus dengan ricecooker mengeluarkan uap yang artinya air telah mendidih, 1 ½ sendok gula bercampur satu kantong teh siap meluncur dalam segelas air hangat. Sambil kuaduk lembut membayangkan perjalanan hari-hariku yang penuh kerikil – kerikil kecil sekitarku. Alunan lagu yang sengaja kustel dinotebook membuat kutersenyum dan menikmati pagi ini.

                Potongan martabak yang sengaja aku sisakan untuk sarapan menjadi pengisi perut dan sebatang rokok yang tersisa pada kotak bergambar racun menjadi teman rutin makan pagi. Tersentak dari khayalanku tiba-tiba hp berdering, bbm dari teman sekelasku “ hari ini ada tugas dey”? aku baru sadar hari ini mata kuliah Pengindeksan & abstrak perpustakaan, yang seminggu lalu dosen memberi tugas membuat bibliografi. “ ada, membuat min. 10 bibliografi”. Huft.. untung masih subuh aku masih sempat mengerjakan tugas kuliah, dan aku tidak terlalu ribet untuk mengerjakannya, karena hobbyku saat ini adalah membaca, dan koleksi buku yang kumiliki lebih dari sepuluh.

                Kembali aku melihat jam ditanganku, jarum jam menunjukan pukul 07.30 wib, waktunya aku membuka  pintu dan mengeluarkan sepeda untuk menjadi angkutan pribadiku. Berdiri dan berdim aku menatap matahari namun aku masih tetap tidak berani membuka mataku karena aku tidak kuat dengan silau sinarnya, jika ingin menantapnya aku sudah menyediakan kaca mata hitam sebagai pelindung. Tak perduli orang-orang sekelililngku menatap tanjam kearahku. Sebenarnya aku juga ingin melepas kaca mata ini. Namun mataku sensitif dengan cahaya matahari walau mereka tidak tahu itu. Dalam diriku banyak orang yang tidak tahu namun banyak juga orang yang mengenalku. Cukup dengan senyuman yang kulempar pada setiap orang, mungkin itu cara jitu untuk membuat orang lain beralih dari mengoreksi penampilanku dan membiarkannya lenyap dari pikiran mereka. Lagi-lagi aku orang pertama yang duduk dikoridor fakultas dan kembali kuambil sebatang rokok dan menghisapnya sebagai teman pendamping setia. Aku mahasiswa perantau. Orang tuaku asli sumetera namun bersuku banjar, aku terbiasa hidup sendiri, karena ayah mengajariku untuk survive dari kejamnya hidup. Maklum aku baru saja kehilangan ibu yang artinya aku harus siap dengan kondisisi apapun dan siap juga untuk mengganti teman curhat, setiap anak pasti menceritakan kejadian yang dilaluinya kepada ibu. Aku termasuk orang yang pasif dengan semua cerita hidup jadi jarang sekali aku berbincang dengan ibu untuk masalah pribadi, bagiku semua cerita tak harus kuceritakan pada ibu. Walau aku tahu rasanya ketika kita bercerita dengan ibu semua masalah pasti ada jalan keluarnya. namun karena sikapku yang terlalu cuek dengan itu maka biarkan semua masalah bergulir dikepalaku dan membiarkannya berputar serta mencari jalan keluarnya. Ayahku hanya seorang self employed jadi biaya hidupku sudah diatur dan batasi, aku tidak mengeluh hal itu karena aku tahu siapa ayahku. Untuk mengatasi kekurangku aku selalu mencari solusinya, ayah selalu berpesan apapu yang diberi dan kita punya kita tetap harus tetap bersyukur. Aku tidak pernah meminta yang bukan prioritasku walau itu sebagai pendukung kelangsungan hidup. Aku bertahan dengan semua aset yang kumiliki. Namun pada saat ini aku merasa cukup dengan apa yang diberi sam Tuhan melalui ayah. Hidupku sempurna aku tak sedikitpun merasa kekurangan. Karena benar bersyukur adalah cara ampuh untuk menikmati hidup ini.


                Aku bekerja dengan temanku menjadi pelayan sekaligus penggoreng tahu. Yah aku tidak mencari pekerjaan namun temanku tahu aku butuh. Yah sebenarnya tidak juga, karena aku merasa cukup tapi kalau lebih kenapa gak aku coba. Aku bekerja 5 hari dalam seminggu, karena temanku tahu jadwal kuliah dan dia merupakan orang terbaik yang kukenal. Aku kerja tanpa mengganggu jadwal kuliah jadi tak perlu khawatir untuk hal itu, selagi masih bisa kuliah dapat bonus untuk tambahan uang saku. Jam kerjaku juga sesuai dengan mauku. Start jam 11 hingga 11 malam. J hari-hariku penuh dengan rutinitas saat ini, jadi tak ada waktu yang kusia-siakan, semua bermanfaat. Namun terkadang aku merasa jenuh dengan itu karena tak ada waktu santai untuk bermain gitar dan lebih lama bergurau dengan sahabat. Tapi apa boleh buat aku mahasiswa yang sebentar lagi semester akhir, jadi harus siap-siap tempur untuk terjun didunia kerja. Ini juga menjadi awal untuk aku mulai bertanggung jawab. Sebab aku punya cita-cita untuk biayai sekolah kedua adikku. 


MAU TAHU KELANJUTANNYA? NANTIKAN BUKUNYA.. HEHEHE UNTUK KRITIK & SARAN KIRIM EMAIL SAJA KE SAYA.. :) 

Sabtu, 09 Mei 2015

BUNDA ANI ( MAMAK KAKAK TERCINTA )

            Terbangun dari tidurku, dan tersadar hari ini jadwal penerbangan menuju kampung halamanku Medan, tepat pukul 13.00 WIB aku tiba dibandara, namun pesawat yang akan aku tumpangin take off pada pukul 16.30 WIB.
            Sebelum aku tiba di bandara, aku merapihkan semua barang kedalam tas, selanjutnya aku bergegas menuju kampus untuk berpmitan dengan sahabatku Yuli. Dia tidak menyangka liburan kuliah semester ganjil ini aku akan pulang. Sebenarnya aku juga tidak memikirkan untuk meninggalkan Bandung, namun malam tadi aku menerima telepon dari ayah yang terisak tangis tiada henti, mengabarkan aku harus segera pulang saat itu juga.
            Ayah mentranfer uang untuk aku membeli tiket, alhasil aku harus menggambilnya melalui wesel pos. Karena ayah tidak menyimpan sesen pun uang didalam ATMnya. Pagipun menghampiriku dan mengharuskanku mengayuh sepeda kosan untuk pergi ke pos demi memiliki tiket pesawat.
            Aku menunggu sahabatku sekitar satu jam dikampus karena jarak rumah Yuli yang terbilang jauh dan dibarengi dengan macetnya jalanan menuju kampus. Maklum hari ini weekand semua orang berbondong-bondong menuju lokasi wisata masing-masing untuk mengisi hari libur setelah seminggu bekerja besama keluarga mereka.
            Tiba-tiba cacing didalam perutku meronta seraya memangil dan menggerakan untuk mengisi sesuap nasi, sembari aku menunggu aku meluangkan waktuku untuk makan dikanting belakang, maklum dari malam tadi tak sedikitpun perutku terisi makanan karena mendengar kondisi mamakku  yang lagi sekarat dirumah sakit. Pikiranku kacau tak henti-henti air mata kuteteskan membasahi pipiku.
            Tiba dikantin aku merasa asing dengan hari ini. Aku hanya memandangi setumpuk makanan dipiringku dan melahapnya perlahan, tanpa menghiraukan orang-orang disekililingku. Mungkin dalam hati mereka bertanya mau kemanakah aku membawa tas yang yang berisi setumpuk pakaian ini.
            Aku lanjut memakan sisa makananku, dan sibuk sms yuli hanya sekedar menanyakan sudah sampai manakah dia. Tak terasa makananku habis kulumat dalam mulut, dan perutku merasa kenyang dan tak ingin lagi menerima apapun lagi.
            Lima menit setelah aku menghabiskan makananku dan membayar bon tagihan. Yuli pun tiba dikampus, akupun langung menghampiri dia dan berjabat tangan dengan dia. Aku heran kenapa dia menangis mungkin karena dia mendengar cerita kalau mamakku kurang sehat.
            Setelah aku berpamitan dengan Yuli aku bergegas mencari angkot yang akan mengantarkanku menuju bandara. Jarak antara kampus dengan bandara Husein Sastranegara Bandung cukup jauh butuh waktu sejam untuk sampai lokasi. Sebenarnya aku tidak harus secepat ini meninggalkan kosan, namun dalam pikiranku ini pertama kalinya aku berangkat sendiri menuju bandara dan aku tidak tahu jalan. Sehingga aku harus bertanya pada supir angkot yang kutumpangi. Untuk sampai bandara aku harus naik turun angkot tiga kali dan berjalan 100 meter untuk tiba di Husein Sastranegara.
            Tibnya aku dibandara aku langsung menuju loket penjualan tiket dan memesan 1 tiket menuju Medan. Selama menunggu jadwal keberangkatanku aku duduk dipelataran aiport seperti seseorang yang hilang kesadaran dan terdiam melamun tepaku menatap komputer jinjing yang sengaja aku aktifkan demi mengupdate status difacebook untuk sembari menshare momenku hari ini.
            Lelah, penat rasanya aku menunggu yang terlalu lama tanpa bergerak dari tempat duduk yang beralaskan lantai keramik putih. Tulak ekor bokongku terasa sakit dan sesekali aku berdiri melihat jam ditanganku dan menghela nafas panjang.
            Pukul 15.55 WIB aku berdiri dan berjalan menuju menja kecil untuk menukaran tiket dengan bording pass dan mengambil tempat dudukku. Dan kembali aku duduk diruang tunggu penumpang. Dan kebetulan didalam ruang tunggu pihak airpot menyediakan musolah dan mukena didalamnya aku sontak mengambil wudhu dan menunaikan shalat asharku.
            Tiba – tiba suara operator bandara menginformasikan keberangkatan semua maskapai penerbangan mengalami keterlambatan dikarenakan cuaca hari ini memang tidak cukup baik yang mengharuskan dan membuat semua penumpang maskapai menghela nafas dan bersabar ditempat duduk mereka. Hemm aku melirik jam tanganku dan menghitung lamanya aku berada dipusaran bandara. 6 jam aku menunggu dan berbuah hasil tepat pukul 18.50 WIB pesawatku tiba dan bergegas aku berjalan menuju kabin dan duduk pada kursi 23A.
            Setelah konfirmasi dari pramugari yang mengharuskan aku duduk tegap untuk melihatnya dan memperhatikan ketika sesuatu daang menghampiri didalam pesawat. Aku melirik kanan dan kiri ternyata tak ada satupun penumpang dalam barisanku. Dan kulihat belakang dan depan dudukku juga sama. Malam ini penumpang tidak full. Aku merasa lega karena tidak ramai dan aku bisa bersantai sesukaku dan menikmati penerbanganku dan melihat keluar jendela yang malam itu awan menghitam tak satupun bintang bersinar.
            Selama 2 jam 30 menit aku berada didalam pesawat aku hanya menutup telingaku dengar earphone mendengarkan musik melow yang memahami perasaanku saat ini. Pengeras suarapun terdengar co pilot mengkonfirmasikan bawa pesawat yang aku tumpangi akan segera lending dibandara internasionl Kuala Namu Medan. Ini pertama kalinya aku menginjakkan kakiku dibandara ini yang baru diremismikn 2 tahun lalu. Bagitu aku memasuki arena bandara aku segera mengaktifkan ponselku dan menghubungi ayahku yang menjemputku dibandara.
            Tak lama aku turun dari eskalator aku melihat sosok tegap dan melirik kerahku. Dialah ayahku yang siap menjemput dn mengantarkanku ke rumah sakit menemui mamakku yang lemah tak berdaya diranjang rumah sakit. Aku langsung memeluk dn mencium kening mamakku dan semabari melihat tubuh yang hampir tak aku kenali, mmakku yang dulu sedikit berisi dan sekarang hanya tulang yang terbalut kulit tubuhnya. Aku tak menyangga mamakku sakit separah ini.
            Tanpa meminum air dan mengganti pakaianku aku hanya duduk diam disampingnya dan mengusap tubuhnya. Hatiku semakin hancur ketika melihat langsung orang yang melahirkan dan membesarkanku selama ini menahan sakit yang dia derita. Yang akhirnya sedikitpun waktuku terbuang sia-sia, aku hanya memberikan semua apa yang dia mau. J dan pada akhirnya waktu ini berakhir aku ikhlas dan tersenyum dengan melepas pelukan hangat dari mamak. Aku yakin mamak lebih bahagia disisi Tuhan.


THE END

TEMAN SEBAYA

Kupandangi koper yang akan menemani perjalanan sampai waktu yang belum tahu kapan akan berhenti dalam satu titik muara. Pakaian: baju, celana dan jaket jeansku yang tergantung pada henger plastik reot karena menompa beban yang teramat berat. Hingga sepatu kets coklat yang baru aku beli dengan mamakku disuatu toko sepatu populer dikotaku. Hingga tiket pesawat yang selalu kupandangi tak sabar menunggu hari esok.
            Malam yang dingin yang terbalut cahaya bintang diatas peraduan rumah-rumah warga kampungku. Ini keputusan besar setelah 1 tahun kelulusan SMA untuk beranjak ke kota seberang demi menutupi ego dan rasa kecewaku karena tidak lolos SNMPTN tahun lalu. Hingga ide hijrah ini terceletuk dari gumaman ayahku yang mengijinkanku untuk kuliah di Bandung.
            Isak tangis uwak-uwakku yang mengantarkanku ke bandara demi perpisahan ini. Tak kulihat air mata yang membasahi pipi mamakku. Aku terdiam sembari ngebatin, apakah mamakku senang jika aku meninggalkan rumah yang selalu membuat hari-hariku nyaman?. Entahlah hanya perasaan kecil yang terselip dalam benakku.
            “diberitahukan kepeda semua penumpang boing 538 Z, untuk memasuki ruang tunggu dan melalui pintu 3, karena pesawat akan take off pada jam 11.20 wib.” Aku bergegesan menyalami semua yang ikut mengantarkankku, hingga terakhir aku mencium pipi orang yang paling aku sayangi. Dan berjalan menuju sasaran utamaku.Dari kejauhan aku melambaikan tanganku kepada semua orang yang berada diatas ruang pengantar penumpang pesawat.
            2 jam lebih 15 menit akhirnya aku tiba dibandara Soekarno-Hatta Jakarta, kota yang katanya tak pernah tidur. Akupun binggung karena begitu banyak orang yang menunggu sambil mengangkat papan nama. Kata ayah ada seorang lelaki yang akan menjemputku, namun aku sekalipun tidak pernah bertemu dengan dia, hanya wajah samar yang ayah perlihatkan kepadaku, foto usang yang beliau kasih namun, sayangnya foto itu diambil ketika lelaki tersebut berusia 15 tahun dan sekarang ia berusia 34 tahun, mana mungkin aku mengenalinya.
            Tiba-tiba seseorang berteriak dan melambaikan tangan kanannya “Kakak,-kakak,-kakak” Mataku tertuju pada arah lambaian tangan dan suara yang memanggil namaku. Aku pikir nama kakak didunia ini hanya aku, karena kakak adalah sebutan untuk saudara tua. Namun Kakak adalah singkatan dari namaku Karisa Kamela Komar. Kupandangi lelaki itu dari ujung kaki ke ujung kepala, dengan tubuh yang kekar dan tegap, namanya Johar dia adalah tentara anak dari abang ayahku. Yang mengijinkanku untuk kuliah di Bandung karena sepupuku itu yang sudah 14 tahun menetap di Bandung berhubung bang Johar bertugas disana. Menuju rumah dinasnya tak sepatah katapun yang ia lontarkan kepadaku. 3 Jam perjalananku menuju Bandung aku hanya melirik kanan kiri jalan tol. Sesekali melihat melihat lurus kedepan. Tiba-tiba mobil yang aku tumpangi memutar setir kekiri menuju restarea yang disediakan tol untuk tempat istirahat dan makan bagi pengguna jalan. Pada akhirnya rumah makan minanglah yang kami tuju. Karena seluruh kota di Indonesia rumah makan Padang pasti ada. Namun ketika aku memasan makanan yang tersedia dimenu tak seenak masakan minang di Medan, kota kelahiranku tanah batak dengan selera makan yang besar dan kuliner yang terkenal enak.
            Ketika semua menu yang diletakkan diatas meja hanya ayam goreng dan kuah gulai yang aku campur dengan nasi dipiringku. Ketika sedang mengunyah makanan didalam mulutku, tiba- tiba bang Johar membuka percakapan “Mau kuliah ngambil jurusan apa kau nanti?” aku kembali mengunyah dan melumat sisa makanan dimulutku. “emmm.... pengennya matematika bang, tapi setelah aku pikir-pikir aku masih bingung untuk menggambil jurusan, jadi kayaknya nanti aja setelah aku melihat brosur-brosur yang disediakan kampus”. Kembali aku mengangkat nasi dari kepalan tanganku dan melanjutkan makan siangku. Begitu pula dengan bang Johar yang meghabiskan makanannya tanpa tersisa satupun nasi dipiringnya. Selang waktu beberapa menit asap yang mengepul disekitar meja makanpun mengudara mencari celah angin. Bang Johar adalah seorang perokok aktif jadi tak akan afdol kalau setelah makan dia tidak merokok.
            Tiba dirumah dinas bang Johar dan ia pun telah menyediakan kamar untuk aku beristirahat, rumah yang berbaris berjajar dan sama semua bentuknya. Cuaca yang begitu dingin langsung menusuk kulit dan tubuhku ini. Suhu disini setiap malam berkisar 19-21’C kata bang Johar, ketika aku merinding karena kedinginan. Biasanya aku tidur memakai bahan yang dingin namun malam ini berbeda, aku harus memakai pakaian dabel-dabel untuk menghangatkan tubuh mungilku.
            Bang Johar adalah duda anak 1, dan sudah 5 tahun dia hidup sendiri, istri dan anaknya kembali kerumah orang tuanya. Aku tak tahu persis apa sebabnya sampai mereka bercerai. Aku tak ambil pusing karena alasanku untuk menenatap disini adalah kuliah dan menjauh dari semua rasa kecewaku setahun lalu.
            Pagi ini aku memulai menapak kaki dan melangkah untuk mencari tempat belajar sesuai kemampuan finansial orang tuaku. Setalah aku searching di Internet untuk mencari kampus yang ada di Bandung. Akhirnya tetangga bang Johar memberikan aku sebuah brosur dimana dia kuliah. Yang pertama aku lihat adalah daftar biaya semester. Setelah itu baru aku lihat daftar fakultas yang disediakan. Tanpa berfikir panjang dan menurutku itu adalah kampus yang sesuai dengan kantong ayahku. Aku menuju kampus itu dengan menunpang kerata api. Lagi-lagi ini hari pertamaku naik kendaraan yang hanya melaju pada satu rel. Hemmm kuhela nafas panjang dengan tekad yang bulat dengan gaya berani ciri khas orang Sumatera. Hingga tanpa ragu aku bertanya kepada setiap orang yang berdampingan denganku. Setelah bergulirnya waktu berjalan aku berdiri tepat persis disebrang Universitas Nusantara, brosur yang tak terlepas dari genggamanku.
            Dan tanpa ragu aku mendaftar disalah satu fakultas UNINUS, fakultas komunikasilah yang aku pilih dan setelah mengisi dan menyetujui semua aspek yang tertulis dalam berkas pendaftaran aku siap memulai perkuliahan minggu depan.
            Tak terasa sudah 6 semester aku belajar di UNINUS, dengan begitu banyak daftar kredit semester yang telah aku jalani. Saat ini aku tak canggung lagi bersosialisasi pada orang Bandung yang notabennya suku sunda. Dan aku menajalani hari-hari kuliahku dengan kedua sahabatku. Rein adalah potongan Reina Putri Amelia, seorang yang aku rasa cukup keren dengan sejuta impian menjadi sutradara, namun sayangnya dia kuliah tidak sesuai jurusan, tapi yang namanya cita-cita Rein selalu bilang, gak penting kuliah jurusan  gak seimbang dengan minat gue, yang jelas namanya cita-cita tetep harus gue kejar. Hem bener juga walau tidak sesuai jurusan Rein tetep kekeh pada impiannya, berbagai komunitas film di Bandung pernah dia selami. Namun sekarang dia menetapkan tekad pada komunitas film yang cukup besar di Bandung, yang punya nama dikalangan para penggila film.
            Jalan bareng, ketawa bareng sambil ngopi bareng, rutin kami lakukan sepanjang waktu luang disela kesibukan kuliah kami. Namun saat ini karena kami terpisah oleh jurasan kebersamaan kami pun terenggut. Tapi setidaknya seminggu sekali kami ngopi bareng.
            Oh iya sahabat aku satu lagi namanya Yesi dia paling centil dan sikapnya masih kekanak-kanakan, namun diantara kami bertiga dia yang menjadi primadona, paras yang elok dipandang membuat para kaum Adam dikampus hampir separoh pernah menjadi pacarnya. Haha yang terbenak dalam kepalaku dan Rein satu julukan buat Yesi adalah Playgirl labil. Yesi paling gak betah sendiri. Jika seminggu dia gak punya pacar rasanya dunia ini remang baginya. Tapi disisi lain Yesi sosok sahabat yang perhatian, yang selalu neraktir kapan pun saat kami kelaparan. Maklum Yesi termasuk anak orang tajir yang dengan mudah menghamburkan uang papanya. Yesi anak bungsu dari 5 bersaudara dan paling disayang oleh orang tuanya, sehingga apa yang dia inginkan dengan mudah terkabul. Lengkap sudah bagi kami bertiga dengan karekter yang berbeda dan saling melengkapi satu sama lain. Tak ada yang mampu memisahkan kami kecuali waktu yang sengaja membuat kami sibuk dengan urusan pribadi.
            Banyak masalah yang kami hadapi selama 3 tahun ini tapi kami mampu mencairkan perkara tersebut dengan kesimpulan yang berbuah manis. Dari ujung kampus gaya kamipun mampu ditebak oleh masyarakat kampus. Tidak jarang dari mereka bertanya jika aku berjalan sediri. “Kemana yang lain? Biasanya selalu beriringan seperti pengibar bendera merah putih”. Sembari cengengesan. Aku tidak pernah menghiraukan dan hanya diam.
            Aku terbangun dari tidurku karena nada dering dan getar dari hpku, panggilan telepon dari ayah, dan ayahpun berkata bulan ini ayah tak bisa kirim uang karena ayah harus membiayai mamak berobat. Aku terpaku bak patung yang berselimut debu karena lalulalang kendaraan dan polusi udara sehingga membuat patung itu usang dan nyaris tak berbentuk. Aku tak mengapa tidak dapat kiriman uang namun hati ini sesak mendengar mamak sakit. Aku berusaha tenang tanpa berfikir macam-macam. Hanya doa yang sanggup aku hantarkan untuk mamak.
            Dari sinilah aku mampu mencari uang jika ayah tidak memberi uang. Aku harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Dari mulai buruh harian tugas kuliah teman, memasarkan barang dagangan orang serta menjadi MC acara screening film. Hasil yang kudapat tidak terlalu banyak karena hanya beberapa teman kuliah yang males mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Aku membandrol 1 makalah dengan harga 20 ribu rupiah. Jika banyak job sehari aku bisa makan dengan lauk ayam. Jika tidak aku hanya makan mie instan dengan kuah yang melimpah. Karena untuk hasil dagangan aku cuma ngambil untuk 5 ribu rupiah setiap satu barang. Kali ini aku menjual masker wajah yang 1 pecnya dihargai 15 ribu, jarang orang yang mau beli karena tidak semua orang memakai produk yang aku jual. Kalaupun ngMC itu hanya jika ada acara dan memintaku untuk mengisi acara tersebut. Namun setiap detik aku selalu mengucap syukur atas nikmat yang Tuhan berikan, karena dengan bersyukur aku bisa berdiri tegak.
            Tak jarang Yesi prihatin dengan kondisiku dia selalu memberiku uang dan cemilan untuk aku makan. Begitu pula dengan Rein yang notabennya hanya dapat uang saku secukupnya dari mamanya. Rein menyisakan uangnya demi aku yang kelaparan dan memberiku 1 bungkus roti. Tapi aku tak mengharapkan itu dari mereka bagiku semua yang mereka kasi aku harus barter dengan kemampuan yang aku punya.
            Suatu ketika jika job harianku sedang sepi. Aku mencari job dadakan, ngamen dilampu merah merupakan kegiatan rutin jika sepeser uang tak tersisa didompetku. Dengan bermodal gitar dan pita suara aku mampu meraup recehan yang diberikan penumpang angkot. Tak jarang aku dapat mengantongi receh 20 ribu per 4 jamnya. Kegiatan ini tidak disetujui oleh kedua sahabatku karena menurut mereka pengamen itu rendah dan resikonya tinggi karena harus berdampingan dengan kendaraan dan preman jalanan. Tapi aku tetap melanjutkan rutinitas dadakan ini. Seiring waktu bergulir aku mampu mengimbangi kesusahanku dalam akomodasi sehari-hari.
            Libur semesterpun tiba, kampus terasa seperti gedung tua tak berpenghuni maklum selama tiga bulan ini aku mengakhiri untuk menumpang pada bang Johar karena suasana yang kurang nyaman dan jarak antara rumah dinas dengan kampus yang harus aku tempuh selama satu jam lebih lalu dengan jadwal kuliah yang semakin padat karena aku memutuskan untuk mengambil semester pendek. Karena bagiku makin lama aku kuliah maka semakin banyak uang yang harus aku keluarkan untuk keperluah harian. Walau aku dijamin dengan potongan harga kuliah karena beasiswa namun tetap saja membebaniku.
            Selasai shalat isya tiba-tiba ayah menelpon dengan suara berat karena air mata yang tak mampu terbendung dan tersedu, aku bingung dan panik atas kabar bahwa mamakku telah meninggal dunia. Derasnya air mata yang jatuh membasahi pipiku dan jantung yang bedegup kencang gemetar mendengar kabar duka tersebut. Pagi harinya aku tak sempat bertemu dengan kedua sahabatku karena aku harus buru-buru pulang ke Medan. Aku hanya bisa mengabari mereka dengan sms pamit.
            Sosok ibu bagi setiap anak adalah idola mereka, termasuk aku yang teramat mengidolakan mamak, karena dari mamak aku mampu bersikap dan mandiri. Mamak mengajari aku tegar dan bertahan dalam semua kondisi. Aku melihat kedua adikku dan seraya berharap semoga kami mendapat kebahagian dibalik duka yang kami alami. Sambil tersenyum aku mengkat kepalan tanganku dan berkata semangat kepada mereka.sebulan sudah aku dirumah dengan keadaan yang hampir pulih dari keheningan suasana kematian. Kami bertekad untuk tetap meratap hari esok. Malam ini jadwal penerbanganku ke Bandung untuk mengejar kuliah yang seminggu aku sempat tinggalkan. Bertemu dengan semester akhir perkuliahan aku terus semangat untuk ngampus karena semester ini penentu untuk tugas akhir. Setiap waktu aku mencari refrensi untuk skripsiku dan memulai untuk mengerjakannya dari awal. Dan pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menghadap wali prodiku dan memberikan tulisan proposal penelitianku untuk dikaji dan layak untuk melanjutkan bab selanjutnya. Beliau pun memutuskan untuk memberikan dosen pembimbing kepadaku dengan catatan aku harus menuntaskan semua SKSku tanpa kendala apapun. Aku pun siap untuk memberikan yang terbaik kepada almarhum mamak.
            Setiap hari selesai kuliah aku lagsung keperpustakaan mencari sumber penelitianku, hingga aku lupa mengisi perut demi sidang bulan depan. Aku tak menghiraukan ajakan Rein dan Yesi untuk ngopi bareng. Aku hanya sibuk dan fokus pada skripsiku. Namun akhirnya mereka sadar kenapa aku ngincar untuk lulus lebih cepat dari tahun yang ditentukan. Bab akhir selesai dan siap untuk diuji sidang bulan depan. Tapi aku tak berhenti disitu saja aku harus menguasai semua jawaban yang dilontarkan oleh dosen penguji skripsi. Pegangan yang selalu aku pahami dan hafalkan setiap saat dan membuahkan hasil, aku menyambat gelar S1 komunikasi di semester 7 ini.
            Wiki Kopi yang terletak disimpang tiga Braga Bandung. aku meluapkan semua kegembiraanku dengan bernyanyi tanpa rasa malu dengan suara yang menurutku pas-pasan. Rein yang sibuk dengan kamera untuk merekam aksiku bernyanyi dang memetik gitar yang disediakan wiki kopi. Namun Yesi sibuk dengan pacar barunya yang kabarnya baru 2 hari jadian, jadi Yesi terkena sindrom fallin love. Malam ini aku akan mengumumkan berita kepada kedua sahabatku bahwa aku akan menetap di Jakarta karena lamaran yang aku ajukan kepada perusahan edvertising menerimaku sebagai pegawai. Rasa bahagia dan rasa sedih karena harus rela berpisah dengan kedua sahabatku muncul dalam alunan syair mellow yang kubawakan malam ini lagu dari Ellie Goulding yang berjudul love me like you do mengheningkan suasana wiki kopi, entah suaraku yang parau karena kurubah nada yang energik menjadi sendu seperti perasaanku saat ini. Pertemuan ini akan aku jadikan memo dalam catatan harianku, sahabat terbaikku adalah mereka yang selalu berada disisiku.
Suara tepuk tangan terdengar dari kejauhan, Fikar bos dimana aku berkerja memberiku uplost dan berkata your the best Kak. Aku tersenyum tersanjung dengan pujian Fikar. Dan dia meberikanku posisi sebagai menejer perusahan dan pengendali semua aspek yang ada. Bukan hanya iklan yang kami tawarkan namun jasa EO pun kami sambit dengan cepat karena berharap PRO-ADVERTISING harus jadi perusahaan terbaik di Indonesia, dengan bermodalkan tekad dan semangat serta jujur dalam bekerja menjadi moto perusahaan kami. Dengan itulah kami mampu melebarkan sayap keluar negeri. Pro-Advertising cukup mempunyai nama sebagai perusahaan iklan dan Eo ternama di ASIA.
            Hari-hariku disibukkan dengan segudang pekerjaan sehingga aku tak mampu untuk sekedar hangout bareng teman. Aku terdiam menyeruput kopiku malam ini, ketika aku memutar kembali video yang telah diedit Rein paska perpisahan lalu. Aku merasa rindu yang teramat kepada meraka. Sudah hampir 2 tahun aku tak bersua dengan mereka, sahabat karibku. Sahabat yang selalu memberikan spirit satu sama lain. Melirik keatas langit menatap bintang rutin aku lakuakan jikalau aku rindu mereka. Diatas balcon apartment tempat aku tinggal sekarang aku hanya bisa membayangkan perjalananku dulu.
            Hp yang tergeletak dimeja deket kopi latteku berdering tanda pesan masuk, ternyata Rein juga lagi kangen denganku, dan dia memberi kabar bahwa minggu depan dia pulang ke Jakarta. Rein lulus tahun lalu dan memutuskan untuk tinggal di Thailand demi cita-citanya. Rein bekerja pada produksi film ternama di Thailand sembari mengasah ketrampilannya menjadi sosok sutradara profesional.
Hai Kak, gue punya kabar gembira nih” aku langsung membalas chat dengan sigap ”Kabar baik apa Rein?Kabar kalau lo udah ganti kelamin seperti kebanyakan penduduk Thailand.. hehehe”. Aku terkekeh dengan ingatan celutakan Rein yang sempat berkata kalau dia ingin ganti kelamin, konyol itulah kebiasan kami kalau lagi bercanda, suka ngasal kalau ngomong.. “Ngehek lo,Sialan, kampret, taik,-__-“.... ’Bercanda gue, apaan?’GUE BIKIN FILM TENTANG KITA DAN FILM PERDANA GUE BAKAL RILIS DI INDONESIA” gue bingung dan biasa aja secara gue tahu dia hobi bikin film, eh dan aku perlahan membaca chat dari Rein sampai akhir.. “KUNCER YANG ADA DICATATAN HARIAN LO GUE ADOPSI UNTUK FILM GUE” aku baru sadar terakhir aku kasi catatan harianku kepada Rein ternyata dia sempat membacanya, karena waktu itu aku tak tahu harus kasi kenangan apa ke Rein. Kalau Yesi terlalu banyak barang yang dia punya hingga aku kasi aja tas berbentuk hello kitty kartun kesukaanya.
            Malam minggu suasana Plaza Senayan XXI Jakarta dipenuhi pengunjung yang antusias demi bertemu dengan Rein untuk meet and greet fremier film yang digadang-gadang menceritakan persahabatan tiada batas. Aku dan Yesi duduk bersebelahan temu kangen dengan mengungkap perjalan selama 2 tahun tak bertemu Yesi melanjutkan S2 di Bandung. Aku tak menyangka Yesi yang terkenal malas kuliah sekarang bertekad lulus S2 dan kabar paling mengejutkan Yesi bertahan dengan Haris yang kutemui pada malam perpisahan di Wiki Kopi lalu. Mungkin Yesi telah menemukan soulmatenya. Dengan lembut dia berbisik ditelingaku ”Gue kemaren dilamar Haris”. Tepuk tangan yang meriah membanjiri suasana malam ini Rein dan pemain film TEMAN SEBAYA tersenyum dan melambaikan tangan menyapa hangat pengunjung XXI.

Uknown

   Kenapa Tuhan memberi kita hati? karena Tuhan tahu kehidupan di dunia punya rasa yang harus kita cicipi.maka dari itu peliharalah hatimu, jangan meracuni dengan pikiran kotor. 
   Waktu aku berjalan ditengah keramaian lalulalang kendaraan yang melintasi perempatan yang sering aku lalui, tiba-tiba satu kejadian terexpose, seorang nenek dengan suami yang terengah dan tak terarah berjalan, dengan baju usang dan kerudung yang menutupi kepala nenek membuat penampilan nenenk semakin menarikku untuk menatap lebih lama. 
   Ini dia nenek kesatria dan penuh rasa kasih terhadap sang suami, yang aku amati dari kejadian itu aku merasa iri pada nenek. karena nenek renta yang usia tidak muda lagi tapi dia tetap bangga berjalan dengan pasangannya. walau kakek sudah tidak sanggup lagi berdiri & sketboard ala kadar yang didisain apik hingga menarik perhatianku membuat rasaku ingin sekali berkenalan dengan mereka.Rasa Kasih Sayang Gak Akan Terbeli dengan Uang. Rasa didapan kalau kita saling menghargai.

PAGI BRAY

Pagi bray?? 
   Hari ini Tuhan kasih gue semangat buat mulai berani nulis,, hem gue baru dapat inspirasi dari beberapa kenalan gue malam tadi. awalnya gue ngakak denger curhatan mereka. kenapa? karena mereka seorang yang lebih tua dari gue,, eh tiba-tiba malah curhat, ya mau gak mau gue harus dengerin dan sedikit-sedikit gue kasi himbauan.
   Nah cerita kemarin gue gak bisa paparkan bray, intinya sih kehidupan setiap orang itu pelik, kadang seperti FTV namun inilah hidup kadang suka kadang juga duka bray.
       Mau tahu apa sih cerita tersebut? nantikan kabarnya!!!