RASA
Dia berdiri menatap matahari
pagi dengan waktu yang cukup lama, kemudian dia memejamkan matanya dan
tersenyum merasakan hangatnya matahari. Dia selalu bangun pagi kemudian berlari
untuk menikmati udara di pagi hari. Dia pemuda yang mencintai rasa kopi. Tak
satupun rasa kopi yang dia abaikan. Kecintaannya terhadap rasa kopi membuat dia
menjadi pencinta kopi. Hingga dia memanjakan lidahnya dengan sajian kopi yang
dijajakan setiap kedai kopi. Namun dia tak pernah ingin menjadi barista kopi.
Karena baginya dia hanya seorang penggemar rasa kopi. Rasa kopi yang bervariasi
membuatnya menjadi manusia yang berbeda. Dari varian kopi yang berbeda dia
menafsirkan hidupnya dengan rasa yang tertinggal di lidahnya. Hanya dia yang
tahu rasa tersebut. Dia tak pernah berbagi dengan rasa yang ia cicipi. Namun
satu ketika dia melihat perempuan yang yang tertawa girang di sudut kedai kopi.
Dengan menatap perempuan itu dia menebak apa yang perempuan itu minum. Dalam
pikiran dia perempuan tersebut meminum moccacino dengan perpaduan kopi dan
caramel serta susu membuat perempuan itu bahagia. Namun dia salah menebak,
perempuan itu meninggalkan bil pesanannya. Duo Expresso yang dia pesan. Namun
pertanyaan yang ada dalam pikiran dia, kenapa perempuan itu memakai gelas yang
biasanya digunakan untuk kopi susu? Kenapa bukan gelas khusus expresso? Dia
menjadi tertarik untuk bertanya dengan perempuan tersebut. Setiap hari di jam
yang sama dia menunggu perempuan itu duduk di sudut kedai kopi tersebut. Namun
sudah seminggu dia menunggu, perempuan itu tak kunjung hadir. Alhasil dia
bertanya kepada barista kedai kopi tersebut. Dia menanyakan hal tersebut, namun
barista hanya menjawab,” saya tidak pernah bertanya alasannya, karena
permintaan pelanggan pasti kami turuti”. Dia semakin penasaran dengan perempuan
itu. Lalu dia memesan duo expresso dengan gelas yang sama dengan perempuan itu
dan duduk di sudut kedai kopi. Tak ada yang berbeda dengan rasa kopinya hanya
pahit yang tertinggal di lidah. Hampir putus asa dengan rasa yang perempuan
tersebut paparkan. Ketika beranjak sebulan dia melihat dari luar jendela kedai
tersebut, nampak perempuan itu duduk di sudut kedai kopi dengan gelas putih di mejanya. Dengan rasa penasaran
yang terus menghasut pikirannya, dia menghampiri perempuan itu lalu duduk
dihadapannya. Dia bertanya kepada perempuan itu, “boleh saya lihat bil pesanan
kamu”? tanpa basa-basi dia menatap perempuan itu dan mejulukan tangannya.
Perempuan itu hanya menganggukan kepala yang artinya silahkan. Dia melihat dan
membaca bil pesanan perempuan itu, sama duo expresso, dia kemudian bertanya
kepada perempuan itu.
“bukankah ini gelas untuk kopi yang
rasanya manis”?
“Kenapa kamu mengisinya dengan kopi yang
rasanya pahit”?
“bolehkan saya tahu alasanya kenapa”?
Perempuan itu melempar senyuman kepada dia
“apa masalahnya kalau sesuatu yang tidak
sesuai dengan tempatnya”?
“apa itu menjadi suatu masalah”?
“apa karena hidup harus sesuai dengan
semestinya”?
“apa karena tempatnya kita harus
menyesuaikan”?
“kenapa kita harus berbohong kalau hati
menolak”?
Dia semakin tidak mengerti dengan ucapan
perempuan itu. Lalu dia bertanya kembali kepadanya
“apa yang kamu rasakan ketika minum
expresso dengan gelas tersebut”?
Perempuan itu hanya membalas dengan
senyuman di wajahnya.
Namun perempuan itu berkata pelan,
“kamu akan merasakannya ketika kamu
benar-benar menginginkan rasanya”.
“sama seperti cinta, jika kamu ingin cinta
itu bahagia maka lakukanlah, namun ketika kamu pasrah dengan cinta kamu akan
menerima apapun rasanya”.
Perempuan itu lalu beranjak dari kursinya
dan meninggalkan dia yang terdiam.
03 July 2017
Nurul Hambali