Rabu, 05 Juli 2017

RASA

RASA

Dia berdiri menatap matahari pagi dengan waktu yang cukup lama, kemudian dia memejamkan matanya dan tersenyum merasakan hangatnya matahari. Dia selalu bangun pagi kemudian berlari untuk menikmati udara di pagi hari. Dia pemuda yang mencintai rasa kopi. Tak satupun rasa kopi yang dia abaikan. Kecintaannya terhadap rasa kopi membuat dia menjadi pencinta kopi. Hingga dia memanjakan lidahnya dengan sajian kopi yang dijajakan setiap kedai kopi. Namun dia tak pernah ingin menjadi barista kopi. Karena baginya dia hanya seorang penggemar rasa kopi. Rasa kopi yang bervariasi membuatnya menjadi manusia yang berbeda. Dari varian kopi yang berbeda dia menafsirkan hidupnya dengan rasa yang tertinggal di lidahnya. Hanya dia yang tahu rasa tersebut. Dia tak pernah berbagi dengan rasa yang ia cicipi. Namun satu ketika dia melihat perempuan yang yang tertawa girang di sudut kedai kopi. Dengan menatap perempuan itu dia menebak apa yang perempuan itu minum. Dalam pikiran dia perempuan tersebut meminum moccacino dengan perpaduan kopi dan caramel serta susu membuat perempuan itu bahagia. Namun dia salah menebak, perempuan itu meninggalkan bil pesanannya. Duo Expresso yang dia pesan. Namun pertanyaan yang ada dalam pikiran dia, kenapa perempuan itu memakai gelas yang biasanya digunakan untuk kopi susu? Kenapa bukan gelas khusus expresso? Dia menjadi tertarik untuk bertanya dengan perempuan tersebut. Setiap hari di jam yang sama dia menunggu perempuan itu duduk di sudut kedai kopi tersebut. Namun sudah seminggu dia menunggu, perempuan itu tak kunjung hadir. Alhasil dia bertanya kepada barista kedai kopi tersebut. Dia menanyakan hal tersebut, namun barista hanya menjawab,” saya tidak pernah bertanya alasannya, karena permintaan pelanggan pasti kami turuti”. Dia semakin penasaran dengan perempuan itu. Lalu dia memesan duo expresso dengan gelas yang sama dengan perempuan itu dan duduk di sudut kedai kopi. Tak ada yang berbeda dengan rasa kopinya hanya pahit yang tertinggal di lidah. Hampir putus asa dengan rasa yang perempuan tersebut paparkan. Ketika beranjak sebulan dia melihat dari luar jendela kedai tersebut, nampak perempuan itu duduk di sudut kedai kopi dengan  gelas putih di mejanya. Dengan rasa penasaran yang terus menghasut pikirannya, dia menghampiri perempuan itu lalu duduk dihadapannya. Dia bertanya kepada perempuan itu, “boleh saya lihat bil pesanan kamu”? tanpa basa-basi dia menatap perempuan itu dan mejulukan tangannya. Perempuan itu hanya menganggukan kepala yang artinya silahkan. Dia melihat dan membaca bil pesanan perempuan itu, sama duo expresso, dia kemudian bertanya kepada perempuan itu.
“bukankah ini gelas untuk kopi yang rasanya manis”?
“Kenapa kamu mengisinya dengan kopi yang rasanya pahit”?
“bolehkan saya tahu alasanya kenapa”?
Perempuan itu melempar senyuman kepada dia
“apa masalahnya kalau sesuatu yang tidak sesuai dengan tempatnya”?
“apa itu menjadi suatu masalah”?
“apa karena hidup harus sesuai dengan semestinya”?
“apa karena tempatnya kita harus menyesuaikan”?
“kenapa kita harus berbohong kalau hati menolak”?
Dia semakin tidak mengerti dengan ucapan perempuan itu. Lalu dia bertanya kembali kepadanya
“apa yang kamu rasakan ketika minum expresso dengan gelas tersebut”?
Perempuan itu hanya membalas dengan senyuman di wajahnya.
Namun perempuan itu berkata pelan,
“kamu akan merasakannya ketika kamu benar-benar menginginkan rasanya”.
“sama seperti cinta, jika kamu ingin cinta itu bahagia maka lakukanlah, namun ketika kamu pasrah dengan cinta kamu akan menerima apapun rasanya”.
Perempuan itu lalu beranjak dari kursinya dan meninggalkan dia yang terdiam.


03 July 2017
Nurul Hambali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar