Sabtu, 09 Mei 2015

TEMAN SEBAYA

Kupandangi koper yang akan menemani perjalanan sampai waktu yang belum tahu kapan akan berhenti dalam satu titik muara. Pakaian: baju, celana dan jaket jeansku yang tergantung pada henger plastik reot karena menompa beban yang teramat berat. Hingga sepatu kets coklat yang baru aku beli dengan mamakku disuatu toko sepatu populer dikotaku. Hingga tiket pesawat yang selalu kupandangi tak sabar menunggu hari esok.
            Malam yang dingin yang terbalut cahaya bintang diatas peraduan rumah-rumah warga kampungku. Ini keputusan besar setelah 1 tahun kelulusan SMA untuk beranjak ke kota seberang demi menutupi ego dan rasa kecewaku karena tidak lolos SNMPTN tahun lalu. Hingga ide hijrah ini terceletuk dari gumaman ayahku yang mengijinkanku untuk kuliah di Bandung.
            Isak tangis uwak-uwakku yang mengantarkanku ke bandara demi perpisahan ini. Tak kulihat air mata yang membasahi pipi mamakku. Aku terdiam sembari ngebatin, apakah mamakku senang jika aku meninggalkan rumah yang selalu membuat hari-hariku nyaman?. Entahlah hanya perasaan kecil yang terselip dalam benakku.
            “diberitahukan kepeda semua penumpang boing 538 Z, untuk memasuki ruang tunggu dan melalui pintu 3, karena pesawat akan take off pada jam 11.20 wib.” Aku bergegesan menyalami semua yang ikut mengantarkankku, hingga terakhir aku mencium pipi orang yang paling aku sayangi. Dan berjalan menuju sasaran utamaku.Dari kejauhan aku melambaikan tanganku kepada semua orang yang berada diatas ruang pengantar penumpang pesawat.
            2 jam lebih 15 menit akhirnya aku tiba dibandara Soekarno-Hatta Jakarta, kota yang katanya tak pernah tidur. Akupun binggung karena begitu banyak orang yang menunggu sambil mengangkat papan nama. Kata ayah ada seorang lelaki yang akan menjemputku, namun aku sekalipun tidak pernah bertemu dengan dia, hanya wajah samar yang ayah perlihatkan kepadaku, foto usang yang beliau kasih namun, sayangnya foto itu diambil ketika lelaki tersebut berusia 15 tahun dan sekarang ia berusia 34 tahun, mana mungkin aku mengenalinya.
            Tiba-tiba seseorang berteriak dan melambaikan tangan kanannya “Kakak,-kakak,-kakak” Mataku tertuju pada arah lambaian tangan dan suara yang memanggil namaku. Aku pikir nama kakak didunia ini hanya aku, karena kakak adalah sebutan untuk saudara tua. Namun Kakak adalah singkatan dari namaku Karisa Kamela Komar. Kupandangi lelaki itu dari ujung kaki ke ujung kepala, dengan tubuh yang kekar dan tegap, namanya Johar dia adalah tentara anak dari abang ayahku. Yang mengijinkanku untuk kuliah di Bandung karena sepupuku itu yang sudah 14 tahun menetap di Bandung berhubung bang Johar bertugas disana. Menuju rumah dinasnya tak sepatah katapun yang ia lontarkan kepadaku. 3 Jam perjalananku menuju Bandung aku hanya melirik kanan kiri jalan tol. Sesekali melihat melihat lurus kedepan. Tiba-tiba mobil yang aku tumpangi memutar setir kekiri menuju restarea yang disediakan tol untuk tempat istirahat dan makan bagi pengguna jalan. Pada akhirnya rumah makan minanglah yang kami tuju. Karena seluruh kota di Indonesia rumah makan Padang pasti ada. Namun ketika aku memasan makanan yang tersedia dimenu tak seenak masakan minang di Medan, kota kelahiranku tanah batak dengan selera makan yang besar dan kuliner yang terkenal enak.
            Ketika semua menu yang diletakkan diatas meja hanya ayam goreng dan kuah gulai yang aku campur dengan nasi dipiringku. Ketika sedang mengunyah makanan didalam mulutku, tiba- tiba bang Johar membuka percakapan “Mau kuliah ngambil jurusan apa kau nanti?” aku kembali mengunyah dan melumat sisa makanan dimulutku. “emmm.... pengennya matematika bang, tapi setelah aku pikir-pikir aku masih bingung untuk menggambil jurusan, jadi kayaknya nanti aja setelah aku melihat brosur-brosur yang disediakan kampus”. Kembali aku mengangkat nasi dari kepalan tanganku dan melanjutkan makan siangku. Begitu pula dengan bang Johar yang meghabiskan makanannya tanpa tersisa satupun nasi dipiringnya. Selang waktu beberapa menit asap yang mengepul disekitar meja makanpun mengudara mencari celah angin. Bang Johar adalah seorang perokok aktif jadi tak akan afdol kalau setelah makan dia tidak merokok.
            Tiba dirumah dinas bang Johar dan ia pun telah menyediakan kamar untuk aku beristirahat, rumah yang berbaris berjajar dan sama semua bentuknya. Cuaca yang begitu dingin langsung menusuk kulit dan tubuhku ini. Suhu disini setiap malam berkisar 19-21’C kata bang Johar, ketika aku merinding karena kedinginan. Biasanya aku tidur memakai bahan yang dingin namun malam ini berbeda, aku harus memakai pakaian dabel-dabel untuk menghangatkan tubuh mungilku.
            Bang Johar adalah duda anak 1, dan sudah 5 tahun dia hidup sendiri, istri dan anaknya kembali kerumah orang tuanya. Aku tak tahu persis apa sebabnya sampai mereka bercerai. Aku tak ambil pusing karena alasanku untuk menenatap disini adalah kuliah dan menjauh dari semua rasa kecewaku setahun lalu.
            Pagi ini aku memulai menapak kaki dan melangkah untuk mencari tempat belajar sesuai kemampuan finansial orang tuaku. Setalah aku searching di Internet untuk mencari kampus yang ada di Bandung. Akhirnya tetangga bang Johar memberikan aku sebuah brosur dimana dia kuliah. Yang pertama aku lihat adalah daftar biaya semester. Setelah itu baru aku lihat daftar fakultas yang disediakan. Tanpa berfikir panjang dan menurutku itu adalah kampus yang sesuai dengan kantong ayahku. Aku menuju kampus itu dengan menunpang kerata api. Lagi-lagi ini hari pertamaku naik kendaraan yang hanya melaju pada satu rel. Hemmm kuhela nafas panjang dengan tekad yang bulat dengan gaya berani ciri khas orang Sumatera. Hingga tanpa ragu aku bertanya kepada setiap orang yang berdampingan denganku. Setelah bergulirnya waktu berjalan aku berdiri tepat persis disebrang Universitas Nusantara, brosur yang tak terlepas dari genggamanku.
            Dan tanpa ragu aku mendaftar disalah satu fakultas UNINUS, fakultas komunikasilah yang aku pilih dan setelah mengisi dan menyetujui semua aspek yang tertulis dalam berkas pendaftaran aku siap memulai perkuliahan minggu depan.
            Tak terasa sudah 6 semester aku belajar di UNINUS, dengan begitu banyak daftar kredit semester yang telah aku jalani. Saat ini aku tak canggung lagi bersosialisasi pada orang Bandung yang notabennya suku sunda. Dan aku menajalani hari-hari kuliahku dengan kedua sahabatku. Rein adalah potongan Reina Putri Amelia, seorang yang aku rasa cukup keren dengan sejuta impian menjadi sutradara, namun sayangnya dia kuliah tidak sesuai jurusan, tapi yang namanya cita-cita Rein selalu bilang, gak penting kuliah jurusan  gak seimbang dengan minat gue, yang jelas namanya cita-cita tetep harus gue kejar. Hem bener juga walau tidak sesuai jurusan Rein tetep kekeh pada impiannya, berbagai komunitas film di Bandung pernah dia selami. Namun sekarang dia menetapkan tekad pada komunitas film yang cukup besar di Bandung, yang punya nama dikalangan para penggila film.
            Jalan bareng, ketawa bareng sambil ngopi bareng, rutin kami lakukan sepanjang waktu luang disela kesibukan kuliah kami. Namun saat ini karena kami terpisah oleh jurasan kebersamaan kami pun terenggut. Tapi setidaknya seminggu sekali kami ngopi bareng.
            Oh iya sahabat aku satu lagi namanya Yesi dia paling centil dan sikapnya masih kekanak-kanakan, namun diantara kami bertiga dia yang menjadi primadona, paras yang elok dipandang membuat para kaum Adam dikampus hampir separoh pernah menjadi pacarnya. Haha yang terbenak dalam kepalaku dan Rein satu julukan buat Yesi adalah Playgirl labil. Yesi paling gak betah sendiri. Jika seminggu dia gak punya pacar rasanya dunia ini remang baginya. Tapi disisi lain Yesi sosok sahabat yang perhatian, yang selalu neraktir kapan pun saat kami kelaparan. Maklum Yesi termasuk anak orang tajir yang dengan mudah menghamburkan uang papanya. Yesi anak bungsu dari 5 bersaudara dan paling disayang oleh orang tuanya, sehingga apa yang dia inginkan dengan mudah terkabul. Lengkap sudah bagi kami bertiga dengan karekter yang berbeda dan saling melengkapi satu sama lain. Tak ada yang mampu memisahkan kami kecuali waktu yang sengaja membuat kami sibuk dengan urusan pribadi.
            Banyak masalah yang kami hadapi selama 3 tahun ini tapi kami mampu mencairkan perkara tersebut dengan kesimpulan yang berbuah manis. Dari ujung kampus gaya kamipun mampu ditebak oleh masyarakat kampus. Tidak jarang dari mereka bertanya jika aku berjalan sediri. “Kemana yang lain? Biasanya selalu beriringan seperti pengibar bendera merah putih”. Sembari cengengesan. Aku tidak pernah menghiraukan dan hanya diam.
            Aku terbangun dari tidurku karena nada dering dan getar dari hpku, panggilan telepon dari ayah, dan ayahpun berkata bulan ini ayah tak bisa kirim uang karena ayah harus membiayai mamak berobat. Aku terpaku bak patung yang berselimut debu karena lalulalang kendaraan dan polusi udara sehingga membuat patung itu usang dan nyaris tak berbentuk. Aku tak mengapa tidak dapat kiriman uang namun hati ini sesak mendengar mamak sakit. Aku berusaha tenang tanpa berfikir macam-macam. Hanya doa yang sanggup aku hantarkan untuk mamak.
            Dari sinilah aku mampu mencari uang jika ayah tidak memberi uang. Aku harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Dari mulai buruh harian tugas kuliah teman, memasarkan barang dagangan orang serta menjadi MC acara screening film. Hasil yang kudapat tidak terlalu banyak karena hanya beberapa teman kuliah yang males mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Aku membandrol 1 makalah dengan harga 20 ribu rupiah. Jika banyak job sehari aku bisa makan dengan lauk ayam. Jika tidak aku hanya makan mie instan dengan kuah yang melimpah. Karena untuk hasil dagangan aku cuma ngambil untuk 5 ribu rupiah setiap satu barang. Kali ini aku menjual masker wajah yang 1 pecnya dihargai 15 ribu, jarang orang yang mau beli karena tidak semua orang memakai produk yang aku jual. Kalaupun ngMC itu hanya jika ada acara dan memintaku untuk mengisi acara tersebut. Namun setiap detik aku selalu mengucap syukur atas nikmat yang Tuhan berikan, karena dengan bersyukur aku bisa berdiri tegak.
            Tak jarang Yesi prihatin dengan kondisiku dia selalu memberiku uang dan cemilan untuk aku makan. Begitu pula dengan Rein yang notabennya hanya dapat uang saku secukupnya dari mamanya. Rein menyisakan uangnya demi aku yang kelaparan dan memberiku 1 bungkus roti. Tapi aku tak mengharapkan itu dari mereka bagiku semua yang mereka kasi aku harus barter dengan kemampuan yang aku punya.
            Suatu ketika jika job harianku sedang sepi. Aku mencari job dadakan, ngamen dilampu merah merupakan kegiatan rutin jika sepeser uang tak tersisa didompetku. Dengan bermodal gitar dan pita suara aku mampu meraup recehan yang diberikan penumpang angkot. Tak jarang aku dapat mengantongi receh 20 ribu per 4 jamnya. Kegiatan ini tidak disetujui oleh kedua sahabatku karena menurut mereka pengamen itu rendah dan resikonya tinggi karena harus berdampingan dengan kendaraan dan preman jalanan. Tapi aku tetap melanjutkan rutinitas dadakan ini. Seiring waktu bergulir aku mampu mengimbangi kesusahanku dalam akomodasi sehari-hari.
            Libur semesterpun tiba, kampus terasa seperti gedung tua tak berpenghuni maklum selama tiga bulan ini aku mengakhiri untuk menumpang pada bang Johar karena suasana yang kurang nyaman dan jarak antara rumah dinas dengan kampus yang harus aku tempuh selama satu jam lebih lalu dengan jadwal kuliah yang semakin padat karena aku memutuskan untuk mengambil semester pendek. Karena bagiku makin lama aku kuliah maka semakin banyak uang yang harus aku keluarkan untuk keperluah harian. Walau aku dijamin dengan potongan harga kuliah karena beasiswa namun tetap saja membebaniku.
            Selasai shalat isya tiba-tiba ayah menelpon dengan suara berat karena air mata yang tak mampu terbendung dan tersedu, aku bingung dan panik atas kabar bahwa mamakku telah meninggal dunia. Derasnya air mata yang jatuh membasahi pipiku dan jantung yang bedegup kencang gemetar mendengar kabar duka tersebut. Pagi harinya aku tak sempat bertemu dengan kedua sahabatku karena aku harus buru-buru pulang ke Medan. Aku hanya bisa mengabari mereka dengan sms pamit.
            Sosok ibu bagi setiap anak adalah idola mereka, termasuk aku yang teramat mengidolakan mamak, karena dari mamak aku mampu bersikap dan mandiri. Mamak mengajari aku tegar dan bertahan dalam semua kondisi. Aku melihat kedua adikku dan seraya berharap semoga kami mendapat kebahagian dibalik duka yang kami alami. Sambil tersenyum aku mengkat kepalan tanganku dan berkata semangat kepada mereka.sebulan sudah aku dirumah dengan keadaan yang hampir pulih dari keheningan suasana kematian. Kami bertekad untuk tetap meratap hari esok. Malam ini jadwal penerbanganku ke Bandung untuk mengejar kuliah yang seminggu aku sempat tinggalkan. Bertemu dengan semester akhir perkuliahan aku terus semangat untuk ngampus karena semester ini penentu untuk tugas akhir. Setiap waktu aku mencari refrensi untuk skripsiku dan memulai untuk mengerjakannya dari awal. Dan pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menghadap wali prodiku dan memberikan tulisan proposal penelitianku untuk dikaji dan layak untuk melanjutkan bab selanjutnya. Beliau pun memutuskan untuk memberikan dosen pembimbing kepadaku dengan catatan aku harus menuntaskan semua SKSku tanpa kendala apapun. Aku pun siap untuk memberikan yang terbaik kepada almarhum mamak.
            Setiap hari selesai kuliah aku lagsung keperpustakaan mencari sumber penelitianku, hingga aku lupa mengisi perut demi sidang bulan depan. Aku tak menghiraukan ajakan Rein dan Yesi untuk ngopi bareng. Aku hanya sibuk dan fokus pada skripsiku. Namun akhirnya mereka sadar kenapa aku ngincar untuk lulus lebih cepat dari tahun yang ditentukan. Bab akhir selesai dan siap untuk diuji sidang bulan depan. Tapi aku tak berhenti disitu saja aku harus menguasai semua jawaban yang dilontarkan oleh dosen penguji skripsi. Pegangan yang selalu aku pahami dan hafalkan setiap saat dan membuahkan hasil, aku menyambat gelar S1 komunikasi di semester 7 ini.
            Wiki Kopi yang terletak disimpang tiga Braga Bandung. aku meluapkan semua kegembiraanku dengan bernyanyi tanpa rasa malu dengan suara yang menurutku pas-pasan. Rein yang sibuk dengan kamera untuk merekam aksiku bernyanyi dang memetik gitar yang disediakan wiki kopi. Namun Yesi sibuk dengan pacar barunya yang kabarnya baru 2 hari jadian, jadi Yesi terkena sindrom fallin love. Malam ini aku akan mengumumkan berita kepada kedua sahabatku bahwa aku akan menetap di Jakarta karena lamaran yang aku ajukan kepada perusahan edvertising menerimaku sebagai pegawai. Rasa bahagia dan rasa sedih karena harus rela berpisah dengan kedua sahabatku muncul dalam alunan syair mellow yang kubawakan malam ini lagu dari Ellie Goulding yang berjudul love me like you do mengheningkan suasana wiki kopi, entah suaraku yang parau karena kurubah nada yang energik menjadi sendu seperti perasaanku saat ini. Pertemuan ini akan aku jadikan memo dalam catatan harianku, sahabat terbaikku adalah mereka yang selalu berada disisiku.
Suara tepuk tangan terdengar dari kejauhan, Fikar bos dimana aku berkerja memberiku uplost dan berkata your the best Kak. Aku tersenyum tersanjung dengan pujian Fikar. Dan dia meberikanku posisi sebagai menejer perusahan dan pengendali semua aspek yang ada. Bukan hanya iklan yang kami tawarkan namun jasa EO pun kami sambit dengan cepat karena berharap PRO-ADVERTISING harus jadi perusahaan terbaik di Indonesia, dengan bermodalkan tekad dan semangat serta jujur dalam bekerja menjadi moto perusahaan kami. Dengan itulah kami mampu melebarkan sayap keluar negeri. Pro-Advertising cukup mempunyai nama sebagai perusahaan iklan dan Eo ternama di ASIA.
            Hari-hariku disibukkan dengan segudang pekerjaan sehingga aku tak mampu untuk sekedar hangout bareng teman. Aku terdiam menyeruput kopiku malam ini, ketika aku memutar kembali video yang telah diedit Rein paska perpisahan lalu. Aku merasa rindu yang teramat kepada meraka. Sudah hampir 2 tahun aku tak bersua dengan mereka, sahabat karibku. Sahabat yang selalu memberikan spirit satu sama lain. Melirik keatas langit menatap bintang rutin aku lakuakan jikalau aku rindu mereka. Diatas balcon apartment tempat aku tinggal sekarang aku hanya bisa membayangkan perjalananku dulu.
            Hp yang tergeletak dimeja deket kopi latteku berdering tanda pesan masuk, ternyata Rein juga lagi kangen denganku, dan dia memberi kabar bahwa minggu depan dia pulang ke Jakarta. Rein lulus tahun lalu dan memutuskan untuk tinggal di Thailand demi cita-citanya. Rein bekerja pada produksi film ternama di Thailand sembari mengasah ketrampilannya menjadi sosok sutradara profesional.
Hai Kak, gue punya kabar gembira nih” aku langsung membalas chat dengan sigap ”Kabar baik apa Rein?Kabar kalau lo udah ganti kelamin seperti kebanyakan penduduk Thailand.. hehehe”. Aku terkekeh dengan ingatan celutakan Rein yang sempat berkata kalau dia ingin ganti kelamin, konyol itulah kebiasan kami kalau lagi bercanda, suka ngasal kalau ngomong.. “Ngehek lo,Sialan, kampret, taik,-__-“.... ’Bercanda gue, apaan?’GUE BIKIN FILM TENTANG KITA DAN FILM PERDANA GUE BAKAL RILIS DI INDONESIA” gue bingung dan biasa aja secara gue tahu dia hobi bikin film, eh dan aku perlahan membaca chat dari Rein sampai akhir.. “KUNCER YANG ADA DICATATAN HARIAN LO GUE ADOPSI UNTUK FILM GUE” aku baru sadar terakhir aku kasi catatan harianku kepada Rein ternyata dia sempat membacanya, karena waktu itu aku tak tahu harus kasi kenangan apa ke Rein. Kalau Yesi terlalu banyak barang yang dia punya hingga aku kasi aja tas berbentuk hello kitty kartun kesukaanya.
            Malam minggu suasana Plaza Senayan XXI Jakarta dipenuhi pengunjung yang antusias demi bertemu dengan Rein untuk meet and greet fremier film yang digadang-gadang menceritakan persahabatan tiada batas. Aku dan Yesi duduk bersebelahan temu kangen dengan mengungkap perjalan selama 2 tahun tak bertemu Yesi melanjutkan S2 di Bandung. Aku tak menyangka Yesi yang terkenal malas kuliah sekarang bertekad lulus S2 dan kabar paling mengejutkan Yesi bertahan dengan Haris yang kutemui pada malam perpisahan di Wiki Kopi lalu. Mungkin Yesi telah menemukan soulmatenya. Dengan lembut dia berbisik ditelingaku ”Gue kemaren dilamar Haris”. Tepuk tangan yang meriah membanjiri suasana malam ini Rein dan pemain film TEMAN SEBAYA tersenyum dan melambaikan tangan menyapa hangat pengunjung XXI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar