25/05/15
Kebanyakan orang menulis hanya
memanfaatkan indra pendengar dan penglihat,mungkin aku salah satunya.
Mendengar, melihat adalah andalanku untuk menulis sebuah cerita, gagasan atau
hanya berupa ungkapan. Padahal Tuhan telah memberikan gumpalan serat terkait
menjadi satu dalam isi kepala setiap manusia. Namun sampai saat ini aku masih
belum dapat mengoptimalkan pusat pikiranku dalam menyelami imajinasi. Namun
berkhayal selalu kulakukan saat aku sejenak diam. Senyap yang kurasakan ketika
termenung selalu banyak pelangi dalam langit gelapku. Hari ini aku mencoba
untuk memulai meraba jalan imajinasiku. Bias sinar dalam pelangi, warna-warni
menghiasi malamku. Setiap sudut terlihat garis yang merajut dan merangkai
sebuah arti.
Detak jantungku tiba-tiba berdebar tak
seperti biasanya, apa gerangan yang terjadi pada diriku. Melihat dia berjalan
tegap dan fokus pada jalurnya membuat mataku terbelalak menuju rautnya.
Pancaran matanya seakan-akan menghipnotis semua pikiranku. Membuat kaku bibirku
hingga tidak bisa berkata dan hanya bisa menggumam dalam hati. Perlahan kutarik
nafas panjangku dan memberanikan diriku melangkah tuk menghampirinya. Namun
tiba-tiba, aku dikejutkan oleh temanku yang berjalan dari belakang menepuk
pundakku. “Hey, masih pagi sudah melamun”. Hayo lagi-lagi lo hanya melihat dan
terdiam cuma gara-gara orang itu?.. bangun dari mimpi lo, samperin tu orang
ajak kenalan dong. Hemmm, aku hanya bisa tersenyum sambil mengehela nafasku.
Mending kita masuk kelas aja yuk!!.
Sejenak aku teringat dengan ucapan
oci, benar juga jika hanya diam mana mungkin aku tahu jawaban dari sebuah
pertanyaan yang bertumpuk dalam kepalaku. Tapi aku belum dan sepertinya tidak
akan pernah siap melambaikan tanganku dan menyapa... hai aku Dera senang
berkenalan denganmu. Hemm bisa-bisa aku mati berdiri karena pasti itu sangat
memalukan. Masa iya cewe nyamperin duluan. Apa kata dunia walau ini jaman
emansipasi tapi ini tetap saja suatu harga diri yang harus dipertahankan sampai
kapan pun.
Hari ini adalah hari yang membuatku
angkat kepala dan ekstra menguras tenaga. Kembali bekerja pada naungan yang
penuh dengan argumen. Terkadang aku hampir frustasi bekerja disini. Namun apa
daya hanya ini satu-satunya yang mampu
menerima pekerjaan 22 hari dalam sebulan. Karena aku harus tetap kuliah walau
harus menguras pikiran untuk membagi waktu mencari uang untuk membayar gubukku
alias kosan. Mungkin ini kali ya yang membuatku hidup sendiri dan hanya
bayanganku saja yang menemani ketika ada sinar matahari dan sorotan lampu
jalanan. Usiaku tidak muda lagi diumur 22 tahun aku masih kuliah pada tingkat 7,
bukan karena aku malas dan bodoh namun aku berhenti selama setahun untuk
mengumpulkan biaya awal masuk kuliah setelah lulus sma. Sampai sekarang aku harus
bisa mengumpulkan dana untuk biaya kelulusan nanti. Maklum aku kuliah di
universitas swasta, yang setiap harinya banyak tagihan yang ditempel pada
mading fakultas.
Dera,,, Dera,, aghh suara ini rasanya
tak asing lagi dari kejauhan 1 kilometer jika dia memanggil namaku pasti
ketebak, suara sengau bos gue, yang keturunan cina membuatku kadang tergelitik
saat mengucap namaku. Seperti batita yang baru belajar bicara.. huss lupakan!!
dia bos setia yang selalu hadir setiap hari hanya ingin mengecek pelanggan yang
makan. Padahal dia harus kuliah S2 dan jarak yan lumayan jauh namun dia selalu
menyempatkan waktu ke warung. Rasanya rugi jika dia tidak melirik kami dan
berdesis “ kerja yang benar”. Seperti ular, diam bukan berarti tidur namun
fokus untuk mematok mangsa, menyiapkan strategi untuk membelitnya.
To be continiu........ wakwau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar